Kisah inspiratif bisa datang dari kalangan anak muda, bahkan yang masih berumur belasan tahun. Pernahkah Anda mendengar kisah Aeshnina Azzahra yang dijuluki sebagai polisi sampah dari Jawa Timur?
Aeshnina Azzahra gadis cilik kelahiran 17 Mei 2007 ini menjadi perbincangan hangat setelah mengirimkan surat kepada duta besar negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Australia. Berkat kontribusinya bagi lingkungan, Aeshnina Azzahra mendapatkan apresiasi dari banyak pihak.
Pada artikel kali ini, kami akan membahas kisah inspiratif Aeshnina Azzahra yang memiliki nama sapaan Nina. Artikel ini akan membahas mengapa Nina mendapat julukan polisi sampah dan apa alasan yang membuatnya mengirimkan surat kepada Presiden Amerika Serikat. Jika Anda tertarik untuk mengetahui ceritanya, mari simak artikel berikut.
Daftar Isi
ToggleMengapa Aeshnina Azzahra Dijuluki Sebagai Polisi Sampah?
Aeshnina Azzahra meskipun masih belia, pelajar SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik ini sangat tertarik dengan pembahasan mengenai lingkungan, perubahan iklim, sampah plastik, dan sampah impor. Saat ini, dia juga tertarik dengan topik mengenai sungai, udara, dan mikroplastik. Melalui akun instagram-nya, Nina sering memberikan edukasi tentang mikroplastik.
Dia sering memperingatkan banyak orang untuk tidak memakai plastik sekali pakai. Dia juga sering memberikan edukasi mengenai bahayanya sampah plastik kepada teman-temannya. Atas dasar kepeduliannya kepada lingkungan itulah yang membuatnya mendapat julukan polisi sampah dari teman-temannya.
Baca kisah serupa:
- Kisah Inspiratif: Faye Simanjuntak, Muda dan Peduli Hak Manusia
- Kisah Inspiratif: Raden Ajeng Kartini, Pahlawan Emansipasi Wanita
- Kisah Inspiratif: Jend Hoegeng, Polisi Paling Dicintai Masyarakat
- Kisah Inspiratif Maudy Ayunda di Dunia Pendidikan
Gadis Cilik yang Berani Surati Presiden AS
Sewaktu Nina masih duduk di bangku sekolah dasar, gurunya mendorongnya untuk menulis surat kepada Bupati Gresik menjelaskan situasi kontaminasi di sekolah dan tindakan yang harus dilakukan. Upayanya menjaga lingkungan tidak berhenti sampai di situ. Upayanya untuk menjaga lingkungan tidak berhenti di situ saja.
Saat Nina masih duduk di bangku SMP, ayahnya mengajaknya pergi ke desa Bangun di Mojokerto, Jawa Timur. Ia melihat desa tersebut dijadikan tempat pembuangan sampah impor oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman, dan Australia.
Akibatnya, terjadilah penumpukan sampah di desa tersebut dan terjadilah pencemaran lingkungan.
Setelah itu, dia mulai mengirimkan surat dan tanda tangan 200 orang dari sekolahnya kepada duta-duta negara Amerika Serikat, Jerman, dan Australia. Surat yang dia tulis berisi permintaan untuk menghentikan kegiatan impor sampah dari negara tersebut ke Indonesia.
Nina menulis surat tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, selama puluhan tahun, beberapa negara di Eropa mengirimkan banyak sampah ke Indonesia. Mereka menjadikan Indonesia sebagai tempat pengiriman dan pembuangan sampah.
Nina menyadari bahwa hal tersebut akan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Itulah alasan yang memotivasi Nina untuk melakukan pengiriman surat sebagai upaya melindungi lingkungan di Indonesia. Surat yang dikirim oleh Nina mendapatkan apresiasi dari duta besar Jerman dan Australia.
Surat yang dikirimkannya kepada presiden Amerika Serikat juga mendapat balasan dari perwakilan negara tersebut. Namun, Nita juga pernah mendapatkan tanggapan yang kurang baik atas surat yang dikirimkannya. Ada pihak yang menyalahkan mengapa Indonesia mau menerima sampah tersebut.
Lahir dan Dibesarkan dalam Keluarga yang Peduli Lingkungan
Tindakan Nina tidak lepas dari dukungan para guru, teman, dan orang tuanya yaitu Bapak Prigi Alisandi dan Ibu Ndar Sejorini, direktur dan pengelola komunitas Ecological and Wetland Conservation (Ecoton).
Kedua orang tuanya sudah memberikan edukasi mengenai bahayanya plastik dan pentingnya menjaga lingkungan sejak Nina masih kecil.
Mereka juga telah mengambil banyak tindakan untuk mengatasi masalah sampah di Indonesia. Kedua kakaknya juga berfokus pada masalah regulasi sampah dan mikroplastik.
Aeshnina Azzahra Gigih Memberikan Edukasi Tentang Lingkungan
Nina sangat gigih memberikan edukasi mengenai lingkungan dan sampah plastik. Bahkan, dia sudah pernah berbicara di beberapa forum nasional dan internasional terkait masalah tersebut. Aeshnina Azzahra juga pernah diundang sebagai bintang tamu dalam acara Kick Andy pada episode Kaum Muda yang Bersuara.
Pada Oktober 2021, Nina mendapatkan kesempatan untuk menghadiri acara Plastic Health Summit sebagai pembicara termuda. Acara tersebut diselenggarakan di Belanda dan dihadiri oleh para profesor dan peneliti. Acara ini membahas tentang bahaya mikroplastik bagi kesehatan dan lingkungan.
Dalam acara Plastic Health Summit, Nina menyampaikan tentang masalah sampah plastik impor. Selain itu, Nina juga pernah menghadiri acara COP26 yang diadakan di Inggris dan membahas tentang perubahan iklim. Dalam acara tersebut, Nina membagikan pendapatnya tentang dampak dan bahaya sampah plastik bagi kesehatan serta bagaimana keadaan lingkungan di Indonesia.
Selain diskusi mengenai perubahan iklim, kegiatan lain dalam acara COP26 adalah pemutaran film dokumenter berjudul “Girls for Future” karya sineas asal Jerman. Nina menjadi salah satu pemain dalam film dokumenter tersebut.
Film ini menceritakan tentang empat orang anak dari empat negara yang berbeda yang berupaya melawan krisis iklim. Selain film dokumenter Girls for Future, Nina juga muncul dalam film dokumenter yang digarap oleh KBS dan ditayangkan di channel Youtube milik KBS.
Baca juga: 55 Kumpulan Cak Nun Quotes, Bikin Hidup Lebih Bermakna
Aeshnina Azzahra Membentuk Komunitas River Warrior Indonesia
Sebagai wujud keprihatinannya atas sampah plastik yang mencemari sungai, Nina membentuk komunitas River Warrior Indonesia. Komunitas ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya menjaga lingkungan. Melalui komunitas ini, Nina memberikan edukasi mengenai bahayanya sampah plastik yang dibuang ke sungai.
Dia juga menyoroti masalah sampah plastik yang mencemari sungai yang terpanjang di Provinsi Jawa Timur, yaitu Sungai Brantas. Nina melihat Sungai Brantas dalam keadaan yang sangat kotor. Nina pernah melakukan pengujian air Sungai Brantas.
Dia dan komunitasnya menemukan adanya ribuan partikel mikroplastik yang berbahaya dalam setiap 100 liter air sungai tersebut. Sebagian besar sampah plastik tidak bisa didaur ulang sehingga berakhir di Sungai Brantas. Apabila dibiarkan begitu saja, hal ini akan menjadi semakin parah. Menurutnya, hal ini tidak adil karena negara maju terus mengirimkan sampahnya ke Indonesia sementara Indonesia sendiri masih kesulitan dalam mengolah sampahnya.
Nina pernah melihat proses daur ulang sewaktu berkunjung ke Belanda. Meskipun Belanda memiliki teknologi yang canggih, negara tersebut hanya bisa mengolah kurang lebih 60 persen sampah plastik melalui proses daur ulang. Kemudian, 40 persen sisa sampahnya diolah dengan cara dibakar.
Jika Belanda yang memiliki teknologi canggih saja masih belum bisa mengolah seluruh sampah plastiknya, apalagi Indonesia yang teknologinya belum secanggih negara-negara maju.
Itulah kisah inspiratif Aeshnina Azzahra yang berasal dari Jawa Timur. Aeshnina Azzahra patut diacungi jempol atas jasanya menjaga dan melindungi lingkungan dari sampah plastik. ‘
Menurut Nina, semua orang baik anak-anak maupun orang dewasa memiliki hak untuk menjalani hidup yang bersih dan sehat. Semua orang berhak menikmati udara, air minum, dan lingkungan yang bersih.Semoga pembahasan mengenai kisah inspiratif Aeshnina Azzahra ini dapat memberikan manfaat bagi Anda. Jika Anda mempunyai pendapat atau pertanyaan yang ingin disampaikan, silahkan tulis komentar di kolom yang telah disediakan. Jangan lupa untuk membagikan kisah ini kepada teman-teman Anda dengan mengklik tombol share.